Minggu, 13 Juni 2010

SEJARAH PERKEMBANGAN BIOLOGI SEL
Adnan. 2010
(Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar)

A. PENDAHULUAN
         Sebelum Robert Hooke mempopulerkan istilah sel, beberapa ahli filsafat Yunani telah mengemukakan pandangannya berkenaan dengan penyusun tubuh makhluk hidup. Aristotles dan Paracelcius telah mengemukakan bahwa tubuh semua hewan dan tumbuhan tersusun atas elemen-elemen sederhana. Elemen-elemen sederhana tersebut secara bersama-sama membentuk struktur makroskopis makhluk hidup (De Robertis et al., 1979). Belakangan, elemen-elemen sederhana tersebut dikenal dengan istilah sel (dari bahasa Yunani, yaitu Cella atau Cellula yang berarti ruang atau kamar kecil).
          Sebuah sel dapat berperan sebagai suatu organisme yang dikenal sebagai organisme uniseluler atau organisme bersel satu, misalnya berbagai jenis protozoa. Sel dapat tersusun berkelompok dan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis jaringan dan membentuk organ. Selanjutnya, beberapa organ membentuk sistem organ dan pada akhirnya beberapa sistem organ, secara bersama-sama membentuk suatu organisme. Organisme yang dibentuk dinamakan organisme multiseluler.
         Pemahaman mengenai sel baik dari aspek ultrastruktur maupun dari aspek fungsionalnya tidak terlepas dari hasil kerja keras sejumlah pakar ilmu pengetahuan. Penelitian-penelitian terus dikembangkan, bahkan dari berbagai sudut pandang dan melibatkan disiplin ilmu-ilmu yang berbeda. Penemuan mikroskop sederhana hingga mikroskop elektron telah memberi-kan sumbangan yang sangat penting dalam perkembangan biologi sel. Kemajuan yang dicapai di bidang kimia organik dan biokimia telah mengantar umat manusia pada pemahaman sel yang lebih mendalam hingga pada tingkatan yang belum pernah diprediksi sebelumnya. Perkembangan pengetahuan di bidang genetika molekuler dan disiplin ilmu yang lain telah mengantar umat manusia pada pemahaman hingga tingkatan rekayasa genetika yang sangat menak-jubkan. Melalui pendekatan yang lebih holistik dan integratif, kini biologi sel tampil sebagai sebuah ilmu yang mampu menjadi dasar bagi pengembangan ilmu-ilmu hayati lainnya.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN TEORI SEL
          Sel merupakan massa protoplasma berbatas membran dengan sistem organisasi yang sangat kompleks. Sel bukan merupakan suatu bangunan statis, melainkan sebuah struktur yang sangat dinamis. Berbagai jenis aktivitas hidup yang berlangsung di dalam tubuh organisme pada dasarnya berlangsung di dalam sel dengan mekanisme sistem yang sangat harmonis. Aktivitas satu sel menunjang aktivitas sel yang lain membentuk suatu sistem yang sangat harmonis untuk menunjang sebuah kehidupan yang fungsional.
         Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723), seorang yang berkebangsaan Belanda merupakan orang pertama yang menemukan mikroskop dan meneliti organisme mikroskopis seperti berbagai Protozoa dan Rotifera yang oleh Beliau diberi nama ”animanculus”. Beliau telah mengamati berbagai jenis bakteri, sperma pada manusia, katak, anjing, kelinci, dan ikan serta pergerakan sel-sel darah di dalam kapiler kaki katak dan daun telinga pada kelinci.
         Marcello Malphigi (1628-1694), seorang berkebangsaan Italia merupakan orang pertama yang menggunakan mikroskop dalam mengamati sayatan jaringan pada organ-organ tertentu, seperti otak, hati, ginjal, limfa, dan paru-paru. Selain itu, dia juga mengamati perkem-bangan embrio ayam. Berdasarkan hasil pengamatannya, Beliau menyimpulkan bahwa jaringan ter-susun atas unit-unit struktural yang Ia sebut utricles (De Robertis, 1988).
         Robert Hooke (1663) merupakan orang pertama yang memperkenalkan istilah sel berdasarkan hasil pengamatannya pada sayatan sumbat gabus. Ia melaporkan bahwa sumbat gabus terdiri atas ruang-ruang kecil yang diberi nama sel (bahasa Yunani: Cellula yang bermakna ruang-ruang kecil).
Rene Dutrochet (1776-1847), seorang yang berke-bangsaan Perancis, melaporkan bahwa semua hewan dan tumbuhan terdiri atas kumpulan sel-sel globular. Pada tahun 1831, Robert Brown (1773-1858), seorang yang berkebangsaan Inggris, melaporkan bahwa sel-sel epidermis tumbuhan, serbuk sari, dan kepala putik mengandung suatu struktur yang konstan yang disebut inti. Pada tahun 1840, Johannes E. Purkinye (1787-1869), seorang yang berkebangsaan Cekoslovakia, memperkenalkan istilah protoplasma. Pada tahun 1861, W. Schultze menyatakan bahwa protoplasma merupakan dasar fisik dari kehidupan. Protoplasma adalah substansi hidup yang berbatas membran dimana di dalamnya terdapat inti atau nukleus (Karp, 1984).
           Pada tahun 1938, Mathias J. Schleiden (1804-1882), seorang ahli pengetahuan berkebangsaan Jerman, melaporkan bahwa tubuh tumbuhan tersusun atas sel. Secara terpisah, pada tahun 1839 Theodore Schwann (1810-1882) yang juga seorang ahli pengetahuan berkebangsaan Jerman, melaporkan bahwa tubuh hewan tersusun atas sel. Schwann kemudian mengusulkan dua azas yang dikenal dengan teori sel, yaitu: Semua organisme terdiri atas sel, dan sel merupakan unit dasar organisasi kehidupan. Sepuluh tahun kemudian R. Virchow (1821-1902) mengusulkan azas ketiga teori sel yang berbunyi: Semua sel berasal dari sel yang telah ada sebelumnya (Omnis cellula e cellulaI) (Sheeler & Bianchi, 1983). Kemudian Louis Pasteur (1908-1895) mengemukakan teori biogenesis yang menyatakan bahwa setiap makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya (Omne vivum e vivo). (Thorpe, 1984; Sheeler and Bianchii, 1983; dan Albert et al., 1984)
          Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan para ilmuwan tersebut diambil suatu kesimpulan, yaitu: sel meru-pakan kesatuan struktural makhluk hidup, sel merupakan kesatuan fungsional makhluk hidup, dan sel merupakan kesatuan hereditas makhluk hidup. Namun, dalam lingkup yang lebih kompleks, teori sel mengandung makna (Villee et al., 1985), yaitu:
  1. Semua makhluk hidup terdiri atas sel;
  2. Sel yang baru dibentuk, berasal dari pembelahan sel sebelumnya;
  3. Semua sel memiliki kemiripan yang mendasar dalam hal komposisi kimia dan aktivitas metabo-lismenya;
  4. Aktivitas dari suatu organisme dapat dimengerti seba-gai aktivitas kolektif, dan interaksi-interaksi dari unit-unit seluler bergantung satu dengan yang lainnya.
Menurut De Robertis et al., (1975), sebuah sel harus memenuhi beberapa kriteria yaitu :
  1. Memiliki membran plasma;
  2. Mengandung materi genetic yang penting untuk mengkode berbagai jenis RNA, termasuk untuk sintesis protein;
  3. Mengandung “mesin biosintesis” tempat di mana sintesis berlangsung.

C. PERKEMBANGAN BIOLOGI SEL.
        Beberapa pemenang hadiah Nobel untuk bidang Biologi Sel serta bidang-bidang lain yang menunjang perkembangan biologi sel ditunjukkan pada tabel 1.1.


D. SIFAT DAN KEISTIMEWAAN SEL.
         Seperti telah diuraikan oleh Schleiden dan Schwann, sel-sel dapat dianggap sebagai “unit-unit kehidupan“. Dapat diduga bahwa semua bentuk kehidupan, terlepas dari sifatnya, mempunyai dasar seluler. Sel-sel bersifat semiotonom, hal ini dapat ditunjukkan dengan cara mengisolasi sel-sel dari organisme multiseluler dan dan menumbuhkannya di luar organisme tersebut. Sejumlah percobaan menunjukkan bahwa sel-sel dari organisme manapun, termasuk manusia, dapat dibudidayakan di luar tubuh (in vitro) dengan kondisi tertentu yang memungkinkannya tetap hidup, sampai lama setelah organisme asalnya mati. Misalnya, sel-sel manusia telah dibudidayakan untuk kurun waktu puluhan tahun, dan dapat disiapkan bagi peneliti dengan hanya mengambil-nya dari freezer.
       Aktivitas organisme multiseluler ternyata merupakan refleksi sifat-sifat sel-sel yang menyusunnya. Organisme meng-ambil makanan, mencerna, mengasimilasi, dan melepaskan bahan yang tidak diperlukan. Organisme, mengambil oksigen dan melepaskan karbondioksida. Di dalam tubuh organisme, kadar garam diatur sedemikian rupa agar tetap dalam keadaan homeostasis; organisme tumbuh, berkembang biak, bergerak, dan juga bereaksi terhadap rangsangan dari luar, menggunakan energi untuk mengadakan aktivitas, mewariskan sifat-sifat ge-netik kepada keturunannya, dan akhirnya mati.
         Suatu organisme merupakan jumlah atau kumpulan bagian-bagiannya, dan aktivitasnya merupakan jumlah aktivitas sel-sel yang menyusunnya. Namun, dapat pula dikatakan bah-wa organisme adalah jauh lebih dari sekedar kumpulan sel-selnya.

E. BENTUK SEL
          Sel mempunyai bentuk yang sangat bervariasi, baik di antara sel-sel yang menyusun tubuh makhluk hidup yang sama maupun yang menyusun makhluk hidup yang berbeda. Beberapa sel tidak memiliki bentuk yang tetap, tetapi berubah-ubah sesuai dengan aktivitasnya. Sel Amoeba dan sel darah putih termasuk contoh tipe sel yang bentuknya dapat berubah-ubah. Sel-sel yang lain memiliki bentuk yang khas atau tetap, atau bentuk-bentuk peralihan yang spesifik untuk setiap jenis makhluk hidup. Spermatozoa pada manusia memiliki bentuk yang tetap, namun demikian, sperma pada manusia memiliki bentuk yang berbeda dengan sperma pada hewan lain seperti mencit.
         Bentuk-bentuk sel terutama bergantung pada (i) adaptasi fungsionalnya, (ii) tekanan permukaan, (iii) viskositas protop-lasma, (iv) tekanan mekanik oleh sel-sel yang ada di sekitarnya, dan (v) rigiditas membran plasma. Selain itu, mikrotubuli memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan bentuk dari suatu tipe sel (De Robertis et al., 1975). Umumnya sel-sel jaringan hewan dan tumbuhan berben-tuk polihedral. Bila sel diisolasi dalam lingkungan cair, maka ia dapat berubah bentuk menjadi bulat. Bentuk bulat merupakan bentuk dasar sel. Macam-macam bentuk sel antara lain berben-tuk gepeng, bentuk kubus, dan bentuk selindris. Umumnya bentuk-bentuk tersebut dijumpai pada sel-sel epitel. Sel darah merah pada manusia memiliki bentuk bikonkaf; sel-sel otot berbentuk memanjang; sel-sel bakteri memiliki bentuk yang bulat, spiral atau bentuk batang; sel-sel xylem dan floem pada tumbuhan mengalami modifikasi sedemikian rupa sehingga memungkinkan melaksanakan fungsinya sebagai jalur angkutan untuk berbagai jenis substansi. Sel-sel saraf memiliki bentuk yang sesuai untuk melaksanakan fungsinya dalam menghan-tarkan impuls-impuls saraf (Sheeler & Bianchi, 1983).

F. UKURAN SEL
          Sel memiliki ukuran yang sangat bervariasi, tergantung pada tipe sel. Pada umumnya, sel hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan sedikit pengecualian seperti sel telur pada burung unta yang memiliki diameter hingga beberapa cm. Pada umumnya, mata manusia tidak mampu memisahkan dua titik yang dipisahkan kurang dari 0,1 mm atau 100 m. Sementara itu, umumnya sel memiliki ukuran yang lebih kecil dari 0,1 mm.
          Bentuk dan ukuran sel berhubungan dengan fungsinya. Ukuran minimal sebuah sel harus cukup mengan-dung DNA, protein dan struktur-struktur internal agar ia mampu survive dan bereproduksi. Ukuran maksimal se-buah sel dibatasi oleh kebutuhan area permukaan yang cukup untuk memperoleh nutrien dari lingkungan dan membuang sisa metabolisme. Walaupun sel-sel yang besar mempunyai suatu area permukaan lebih besar dibandingkan sel kecil, mereka relatif mempunyai area permukaan yang sama bila dibandingkan dengan sel-sel yang sederhana pada volume yang sama. Sebab sel yang besar mempunyai suatu area permukaan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan volumenya, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan terhadap semua bagian sitoplasma lebih banyak dibandingkan dengan sel-sel ukurannya lebih kecil (Partin, 2007).
           Komponen-komponen sel tertentu tidak dapat diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya. Oleh sebab itu, untuk mengamati komponen-komponen seluler, diperlukan alat bantu berupa mikroskop elektron.



DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007a. Biology lecture notes, Chapter 7,Cell Structure and Function. http://www.tulane.edu/~wiser/cells/ Lct1.ppt. Diakses pada tanggal 17 Maret 2007
Anonim. 2007b. Cell Structur and Function http://faculty.evansville.edu/ _ Tour Cell . Diakses tanggal 28 april 2007.
Anonim. 2007c. Membrane Structure and Function Page 1 BIEN 500: Physiology for Engineers http://singerlab.aecom .yu.edu/publications/pdf/SL0605.pdf
Albert, B; Dennis, B; Julian, L; Martin, R; Keith, R; and James, D. W. 1982. Molecular Biology of The Cell. Garland Publishing, Inc. New York.
De Robertis, E.D.P., F.A. Saiez, & E.M.F. De Robertis. 1979. Cell Biology. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
De Robertis, E. D. P; De Robertis, E.M.F. 1988. Molecular Biology. lea & Febiger, International Edition Info-Med. Hongkong.
Partin, D. 2007. The Cells. (online) (http://homepages.ius. edu/dpartin, Lecture3cells.ppt#257,1,Lecture 3 BIOL L100 17-3-07
Sheeler, P and Donald E. B. 1983. Molecular and Cell Biochemistry (Cell Biology). Chapman and Hall. New York.
Thorpe, N. O. 1984. Cell Biology. John Wiley and Sons. New York.
Villee, C.A. E.P. Salomon, & P.W. Davis. 1985. Biology. Saunders College Publishing, Philadelphia-New York.Daniel W. Ward BS122 Principles of Biology IIhttp://www.easternct.edu/depts/edu/units/cells.ppt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.